PENGABDI SETAN 2: COMMUNION (2022) – ENGGAK HANYA BIKIN TAKUT, TETAPI JUGA MENGANGKAT ISU SOSIAL

Pengabdi Setan 2: Communion, tanpa diragukan lagi – berlatar wahana rumah susun dengan ruang-ruang sempit, pencahayaan minim tapi tepat guna yang mengundang reaksi panca indera, serta kemunculan Ibu dan pocong-pocong pengikutnya dengan tujuan yang besar – membuat mata-mata penonton meram-melek supaya terhindar kaget, nyali makin ciut karena disergap takut. Tapi di balik pesta pora menakutkan dengan berbagai penampakan dan kengerian, Pengabdi Setan 2: Communion memberikan kisah-kisah penghuni rusun yang memperihatinkan.

Kisah-kisah tersebut memang tidak diceritakan dengan begitu detail, tapi keistimewaan film ini, walau cuma muncul sepintas saja, nasib para tokoh ini mengingatkan kita akan kelompok marjinal yang seringkali tidak punya pilihan. Si tokoh utama, Rini (Tara Basro) dengan keluarganya yang tinggal di rusun tersebut sejak tiga tahun lalu tentu memiliki kisah yang menjadi fokus utama. Rini bekerja dan meninggalkan bangku kuliah sekian tahun demi mencukupi kebutuhan adik-adiknya serta membantu Bapak yang entah kerja apa. Adik Rini, Bondi (Nasar Anuz) sehari-hari bergaul dengan Ari (Fatih Unru) dan Darto (Iqbal Sulaiman). Ari tinggal dengan ibu, adik dan ayahnya yang abusive. Ini mengingatkan kita pada kisah perempuan-perempuan yang tidak pernah mampu meninggalkan kekerasan dari pasangannya karena alasan ekonomi sehingga anak-anak mereka ikut menjadi korban.

Wisnu (Muzakki Ramdhan) hanya tinggal bersama ibunya (Mian Tiara). Ayahnya meninggal sebab kebakaran. Mereka berdua harus berjuang mencukupi kebutuhan mereka setiap hari. Lalu ada juga sekelompok anak muda yang barangkali tidak ada pekerjaan dan minim pendidikan, kegiatan mereka sehari-hari hanya nongkrong-nongkrong saja di depan rusun. Salah satunya Dino (Jourdy Pranata) yang sebetulnya cukup patuh sama ibunya. Ia seringkali menggoda Tari (Ratu Felisha) yang selalu jadi bahan gunjingan orang-orang sekitar karena pekerjaannya. Lalu ada Pak Ustadz yang dipercaya oleh warga sekitar. Tapi kadang kita lupa, Ustadz pun hanya manusia biasa.

Kita juga diperlihatkan anak-anak yang cuma bisa bermain dengan pecahan genting dan garis-garis di tanah, tanpa boneka atau mainan mahal. Bahkan melihat uang receh berjatuhan saja mereka begitu silau. Lalu ada ibu hamil yang hidup sendirian. Tentu bisa dibayangkan bagaimana kerasnya perjuangan ibu hamil tersebut mencukupi tuntutan dua perut. Mereka dan para penghuni lain yang seolah tidak punya siapa-siapa lagi tinggal di rumah susun yang dibangun seadanya dengan kebijakan pemerintah yang sembrono. Ada dialog-dialog yang menyentil kebijakan-kebijakan masa lalu tersebut, bahkan masih terasa sampai sekarang. Terdengar lucu, tapi juga bikin kesal. Keasalan kebijakan tersebut meletakkan rusun ini di dataran rendah rawan banjir dengan fasilitas bobrok. Salut sekali dengan visi Joko Anwar dan usaha para kru yang membangun dunia rumah susun yang ganjil tapi juga bisa kita temukan di berbagai tempat. Kehidupan rusun ini mengingatkan pada film “FIKSI.” yang juga ditulis oleh Joko Anwar, walau dengan nuansa bangunan yang berbeda.

Bicara tentang ibu hamil (penulis tidak akan menulisnya dengan detail), di film pendek Joko Anwar yang berjudul “Waiting Room”, tokoh utamanya adalah seorang perempuan hamil dan dalam film tersebut, Joko sepertinya menyebutkan alasannya kenapa ia kerap memasukkan tokoh perempuan hamil dalam film-filmnya. Karakter perempuan hamil tersebut muncul dalam Gundala. Ternyata karakter tersebut juga muncul di Pengabdi Setan 2: Communion. Silahkan tonton (kembali) film-filmnya untuk mengenal karakter tersebut dan apa motifnya.

Joko Anwar berhasil membuat penulis secara pribadi ikut peduli dan prihatin tidak cuma dengan tokoh utama di film ini, tetapi juga pada karakter-karakter pendukung, bahkan yang hanya muncul sepintas, seolah mereka sudah memiliki sejarah berat darikehidupan masing-masing. Serpihan kisah-kisah tersebut yang dibenturkan dengan nasib masing-masing menjelma menjadi bangunan horor yang kuat.

Share