THE WOMAN KING (2022) – VIOLA DAVIS DAN PENAMPILAN TRENGGINASNYA SEBAGAI JENDERAL PERANG

Menyebut nama Viola Davis di kancah industri perfilman rasa-rasanya sudah tidak diragukan lagi, nama Davis identik dengan kualitas akting bagus yang potensial meraih penghargaan. Setelah penampilan gemilang dalam The Help, Fences, Widows atau Ma Rainey’s Black Bottom, bahkan di serial How To Get Away With Murder, Davis selalu tampil mempesona sebagai leading lady yang dominan.

Kini di film terbarunya The Woman King bersama Lashana Lynch (Captain Marvel, No Time To DIe), John Boyega (Star Wars Eps VII: The Force Awakens, Detroit) dan pendatang baru Thuso Mbedu dan diarahkan sutradara wanita berbakat, Gina Prince-Bythewood (The Old Guard, The Secret Life of Bees), ViolaDavis kembali menunjukkan performa sempurna sebagai jenderal perang perempuan Nanisca.

SINOPSIS

Berkisah tentang konflik perang antar daerah di benua Afrika tahun 1820-an, di mana Kerajaan Dahomey yang dipimpin oleh seorang raja muda bernama Ghezo (John Boyega) yang bersikeras enggan tunduk dan menyediakan lebih banyak upeti pangan untuk Kerajaan Oyo yang memiliki wilayah kekuasaan besar dan prajurit banyak.

Ghezo menyerahkan sepenuhnya kepada jendral Nanisca (Viola Davis) untuk memperkuat prajuritnya yang merupakan para wanita yang tangguh yang dijuluki Agojie. Termasuk merekrut para wanita muda, di antaranya Nawi (Thuso Mbedu), untuk dilatih oleh panglima perang Izogie (Lashana Lynch) menjadi Agojie yang tangguh dan cerdik.

Kerajaan Oyo lewat panglima perangnya yang bengis Oba Ade (Jimmy Odukoya) pun tidak tinggal diam, perlawanan Raja Ghezo dan penduduk Dahomey membuat Oba menginginkan para penduduk Dahomey ditangkap untuk dijual demi dijadikan budak para penjajah Eropa. Tentu saja para pejuang Agojie tidak tinggal diam dan mempersiapkan diri untuk memberikan perlawanan sengit.

REVIEW

Naskah film yang ditulis oleh Dana Stevens (Fatherhood, Safe Haven) berdasarkan kisah yang ia reka bersama artis/penulis Maria Bello ini pada dasarnya adalah sebuah film semi fiksi yang diangkat dari kisah nyata para pejuang wanita di Afrika di awal abad 19, saat penjajah Eropa mulai memasuki tanah Afrika dan menimbulka perpecahan di antara warga Afrika kala itu. Seberapa akurat? Penggunaan nama kerajaan, nama karakter raja Ghezo, Nanisca dan Nawi adalah berdasarkan sejarah arsitektur gender.

Konflik suku Dahomey dengan Kerajaan Oyo dan penjualan manusia untuk dijadikan budak  benar-benar terjadi di kurun waktu 1820-an tersebut. Hal ini diakui oleh para pembuat film dengan sentuhan dramatisasi sana-sini, termasuk mengubah karakter pejuang wanita Nanisca menjadi seorang jenderal perang.

Keputusan kreatif ini penulis pandang adalah sebuah keputusan baik bersamaan dengan cara film ini bercerita untuk mengenalkan lebih dalam para pejuang Agojie. Protagonis calon pejuang muda Nawi (Thuso Mbedu) menjadi sosok sentral yang menjadi sudut pandang penonton melihat seberapa tangguh dan disiplinnya para wanita Agojie ini. Hanya saja ada satu cabang plot yang penulis rasa tidak perlu dimasukkan, yaitu dramatisasi soal ‘keturunan’ dalam film yang membuat fokus kisahnya jadi terbagi.

Satu poin lain adalah bagaimana konflik film saat Kerajaan Oyo menyerang Dahomey yang kurang diolah secara emosi. Film tidak memberikan waktu untuk penonton peduli pada penduduk Dahomey, kita hanya peduli pada pejuang Agojie. Penulis lebih peduli saat wanita Agojie tewas dibanding penduduk Dahomey yang jadi korban.

Dari sisi teknis, pengalaman Gina Prince-Bythewood dalam mengarahkan adegan aksi dalam film Old Guard tidak usah diragukan lagi, kemampuan Gina dalam menangani adegan aksi sangat baik walaupun beberapa kali terkendala di rating yang membuatnya terpaksa memanfaatkan banyak suntingan demi tidak terlihat sadis.

Sisi akting adalah yang menjadi unggulan dalam film ini Viola Davis benar-benar tampil trengginas sebagai seorang jendral perang yang tangguh, disiplin dan penuh wibawa. Akting Davis diimbangi oleh Lashana Lynch yang dengan wajah tegasnya bisa tampil tangguh sekaligus menghibur saat sedang melatih para rekrutan pejuang muda. Thuso Mbedu sebagai sang protagonis pun tampil gemilang, padahal dia terhitung aktris muda baru yang harus berhadapan dengan aktris-aktris senior.

SUMMARY

Secara keseluruhan film The Woman King adalah sebuah film dengan pesan yang kuat menunjukkan bahwa wanita bukanlah makhluk lemah. Dengan konflik perang antar kerajaan dan suku yang tajam plus pertarungan jarak dekat dengan golok dan tombak yang dramatis, The Woman King berpotensi menjadi sajian film yang menghibur sekaligus membuka mata penonton mengenal sosok para pejuang wanita berjuluk Agojie.

The Woman King tayang mulai tanggal 5 Oktober di bioskop Indonesia.

Share