KEMBANG API (2023) – KEHANGATAN DALAM KISAH KELAM NAN MENYENTUH

Membicarakan soal kesehatan mental di industri film Indonesia adalah sebuah hal yang terhitung baru. Mental illness yang di antaranya meliputi depresi, gangguan kecemasan, Stres Pasca Trauma (PTSD), Gangguan kepribadian, etc memiliki berbagai resiko salah satunya adalah tendensi untuk bunuh diri. Hal-hal ini jarang dibicarakan di kultur Indonesia sebelum masifnya era media sosial dewasa ini apalagi saat karantina pandemi Covid-19 yang berisiko memantik gangguan kesehatan mental.

Dalam film Kembang Api, empat orang individu mengalami masalahnya masing-masing dan berniat untuk bunuh diri di sebuah gudang di tempat terpencil dengan cara meledakkan kembang api raksasa berbentuk bola. Seorang Pria paruh baya (Donny Damara), Ibu Rumah Tangga (Marsha Timothy), Pria Dewasa (Ringgo Agus Rahman) dan Siswi SMA (Hanggini) sebelumnya membuat grup anonim yang bersepakat untuk bunuh diri bersama tanpa mengenal pribadi satu sama lain, tanpa tahu alasan masing-masing bunuh diri.

Di waktu yang telah disepakati mereka berkumpul untuk mengeksekusi rencana mereka, walaupun ada perdebatan soal sang siswi SMA yang dianggap belum pantas untuk mengakhiri hidupnya, namun rencana itu mereka lakukan. Kembang api meledak, namun mereka tidak tewas melainkan kembali ke gudang di waktu sebelum kembang api meledak. Apa yang terjadi dengan mereka? Mengapa waktu terulang kembali?

Tak Mengapa Lelah, Asalkan Jangan Menyerah

Film Kembang Api yang disutradarai oleh Herwin Novianto (Tanah Surga… Katanya, Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara) adalah adaptasi dari film Jepang berjudul 3 Ft Ball & Souls, sebuah film Jepang karya sutradara Yoshio Kato yang juga menulis naskahnya berdasarkan pengalaman hidupnya memiliki kakak kandung yang menjadi korban bunuh diri. 

Falcon Pictures mengadaptasi film ini dengan menggunakan judul Kembang Api dan kembali memakai jasa penulis naskah Alim Sudio (Losmen Bu Broto, Mariposa) yang sebelumnya sukses mengadaptasi film Korea, Miracle In Cell No. 7 dan menggapai box office dengan nyaris menembus 5 juta penonton. Mengangkat tema yang sensitif dan cenderung tabu untuk dibicarakan, Alim mengemas naskah kelam dengan dialog-dialog satir yang diucapkan dengan dinamika dan ritme yang terjaga, sehingga punchline-punchline nya mengena dengan baik ke telinga penonton.

Genre drama dengan elemen time loop di film Kembang Api ini juga dirancang dengan baik dalam naskah. Herwin Novianto sebagai sutradara memahami konsep time loop yang berpotensi membuat bosan dengan adegan-adegan yang berulang mengakalinya dengan membagi masing-masing stage dengan eskalasi emosi dan dramatisasi yang meningkat di tiap babaknya, hingga mencapai klimaksnya di babak ketiga.

Stagnansi lokasi gudang yang memakan kurang lebih 90% durasi film diakali dengan cerdik oleh Herwin dengan pergerakan kamera yang variatif untuk mencegah repetisi. Blocking pemain yang dibantu oleh naskah juga sedikit banyak mempengaruhi dinamika film. Jadi walaupun film berulang akibat gaya time loopnya, namun sama sekali tidak terasa membosankan.

Penulis belum menonton film asli Jepang sehingga tidak bisa membandingkan, namun apa yang disajikan di film Kembang Api adalah sebuah kisah menyentuh soal kesehatan mental yang diakibatkan oleh momen-momen traumatis dan depresif yang dialami oleh para karakternya. Tanpa perlu spoiler, penulis merasa kisah keempat karakter utama di film ini sangat dekat dengan kehidupan nyata.

Masalah-masalah mereka ada di sekitar kita dan film ini mampu membuka mata dan mengetuk hati penonton untuk lebih peduli pada orang-orang di sekitarnya, karena gangguan mental itu bisa terlihat, samar, atau malah sama sekali tidak terlihat. Pesan penting itu terlihat jelas di film ini agar mereka yang lelah dengan hidup terus berjuang, menggapai bantuan dan menolak untuk menyerah.

Empat karakter utama dalam film Kembang Api dimainkan dengan apik oleh Donny Damara (Lovely Man, Pemuda & Ksatria), Marsha Timothy (Noktah Merah Perkawinan, Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak), Ringgo Agus Rahman (Jomblo, Keluarga Cemara) dan Hanggini (Geez & Ann, Para Betina Pengikut Iblis), chemistry keempatnya sangat cair dan enak untuk ditonton.

Kredit lebih kepada Marsha Timothy dengan kualitas aktingnya yang mampu menjawab tantangan berat sebagai ibu rumah tangga dengan trauma yang sangat dramatis dan emosional. Sementara Hanggini menjadi penampil yang mengejutkan, di luar dugaan ia mampu bersinar gemilang di antara senior-seniornya lewat akting yang effortless. Karakter siswi SMA yang dimainkannya mampu berkembang dari mengesalkan jadi simpatik di akhir film. Hebat!

SUMMARY

Kembang Api adalah sebuah film yang pantang dilewatkan oleh penonton film bioskop. Kisahnya yang kelam dikemas ringan, dengan komedi satir, juga menyentuh serta menawarkan kehangatan. Gaya time loop-nya mungkin unik, tapi menjadi daya tarik sendiri yang membuat film ini spesial. Menceritakan soal kesehatan mental dan kecenderungan bunuh diri yang dulu tabu dibicarakan, namun menjadi penting saat ini. Kembang Api akan membuat penontonnya mengerti, memahami dan peduli pada kesehatan mental, juga pada orang-orang di sekitar mereka.

Kembang Api tayang di bioskop mulai 2 Maret 2023.

Share