Dalam penelitian tentang rasisme yang dilakukan oleh J.S. Western di akhir dekade 60-an, dengan menganalisa sikap 257 orang-orang kulit putih perkotaan dan pedesaan, disimpulkan bahwa 3,37% responden tidak nyaman duduk di sebelah Orang Aborigin; 20,23% enggan bersikap ramah dengan Orang Aborigin; 28,79% menganggap budaya kulit putih lebih maju; dan 39,91% berpikir kalau Orang Aborigin paling cocok mengerjakan pekerjaan manual. Hal ini juga tercermin dalam film Jasper Jones yang tayang di Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2022. Hanya di dalam film bukan cuma suku asli saja yang mendapat tindakan semena-mena, tetapi juga kelompok minoritas lainnya.
Jasper Jones diadaptasi dari novel yang berjudul sama karya Craig Silvey. Menariknya di dalam film ini bermacam ketidak-adilan di era 60-an tersebut kita saksikan lewat sudut pandang seorang remaja yang baru baligh bernama Charlie Bucktin yang mau berteman dengan siapa saja, termasuk Jeffrey Lu, remaja keturunan Vietnam dan Jasper Jones, yang masih memiliki darah Aborigin. Charlie seringkali merasa geram dengan perilaku semena-mena yang dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di kotanya, Corrigin. Apalagi yang sering menjadi korban adalah sahabatnya yaitu Jeffrey dan keluarganya. Polisi pun juga santai saja melihat semua kejadian itu.
Kehidupan remaja Charlie mengalami babak baru ketika Jasper Jones mengajaknya melihat Laura Wishart – yang sebelumnya dinyatakan hilang – mati tergantung. Jones sadar, mengingat siapa dirinya dan kondisi lingkungannya saat ini, ia pasti disalahkan atas kematian Laura. Charlie pun membantunya menyembunyikan mayat Laura, sementara warga kota kecil tersebut terus melakukan pencarian dan memberlakukan jam malam. Para orang tua pun semakin khawatir. Charlie mencurigai Mad Jack lah yang membunuh Laura, seorang lelaki tua yang hidup terasing dan dipercaya melakukan hal-hal buruk di masa lampau.
Jasper Jones memiliki plot melompat yang bergantian dan kadang terasa kasar, tetapi untung saja hal itu tidak merusak inti cerita yang ingin disampaikan. Ada kejutan-kejutan dalam konklusi film yang membuat petualangan remaja Charlie semakin terasa menarik. Dan tentu saja film coming-of-age ini tidak akan lengkap tanpa cerita cinta yang kikuk antara Charlie dan Eliza, bersama minat mereka pada karya-karya sastra yang populer pada masa itu.
FSAI 2022 menghadirkan 5 film Australia beragam genre dan 2 film Indonesia yang berkualitas. Semua bisa ditonton secara online lewat www.fanforcetv.com
Referensi:
Western. J.W. (1969). The Australian Aboriginal: What White Australians know and think about him—A Preliminary Survey. Race vol.10 no.4. pp. 411-434.

Tinggal di Planet Bekasi!