AVATAR: FIRE AND ASH (2025) – MAJESTIC & AMAZING CINEMA EXPERIENCE

Setelah 16 tahun berlalu dari film pertamanya, Avatar: Fire and Ash lahir sebagai sebuah film ketiga yang secara kualitas visual dan teknologi makin meningkat jauh dari film sebelumnya. Melanjutkan kisah keluarga Na’vi Jake Sully yang mencoba bertahan dan melawan serangan manusia eksploitatif yang ingin menguasai kekayaan alam planet Pandora, James Cameron kini menawarkan teknologi HFR (High Frame Rate) melengkapi teknologi 3D yang makin kesempurnaan dalam menikmati tayangan film.

Masih dibintangi Sam Worthington, Zoe Saldana, Sigourney Weaver dan Stephen Lang, Avatar: Fire and Ash menambah sosok baru Oona Chaplin sebagai Varang, warga Pandora dari klan Mangkwan yang dijuluki Ash People. Avatar: Fire and Ash tayang mulai hari ini di bioskop Indonesia.

THE JAKE SULLY SAGA CONTINUES!

Melanjutkan kehidupan setelah kematian putra mereka Neteyam (Jamie Flatters). Keluarga Jake Sully (Sam Worthington) mencoba tetap bersama dengan mencoba mengungsikan Spider (Jack Champion) ke sebuah tempat dengan akses oksigen. Saat menumpang kapal milik klan Windtrader, tanpa diduga para perompak dari klan Mangkwan pimpinan Varang (Oona Chaplin) menyergap dan mengacaukan rencana Sully.

Kemunculan Kolonel Quaritch (Stephen Lang) yang ingin merebut putranya, Spider pun makin mengacaukan keadaan, apalagi ia malah bekerjasama dengan Varang demi memuluskan misinya. Sully pun bekerja keras mempertahankan keluarganya di tengah keraguan istrinya, Neytiri (Zoe Saldana) untuk mempertahankan Spider dan rasa bersalah putra keduanya, Lo’ak (Britain Dalton) yang merasa jadi penyebab kematian Neteyam.

MASTERPIECE AFTER MASTERPIECE FROM THE MASTER

WOW. Sebuah reaksi spontan yang kami utarakan usai menonton sajian berdurasi 3 jam 15 menit penuh dengan kecanggihan teknologi yang menciptakan keindahan visual di layar lebar bioskop dalam Avatar: Fire and Ash. Sang Master, James Cameron kembali melakukan keajaiban sinema lagi dan lagi.

Dimulai dengan sebuah adegan berenang di laut biru, makhluk laut fantastis, keindahan alam bawah laut Pandora, serta lincahnya dua anak Na’vi yang berenang-renang riang gembira, film Avatar: Fire and Ash sudah memamerkan teknologi 3D terbaru dilengkapi dengan teknologi HFR (High Frame Rate) 48 Fps di beberapa adegannya.

Sebagai seorang awam dari filmmaking technology yang bisa kami nilai hanyalah pengalaman menonton di layar IMAX 3D saja dan membandingkan dengan film sebelumnya Avatar: The Way of Water. Satu hal yang kami rasakan adalah secara grafis motion capture karakter Avatar semakin halus dengan facial expression terlihat lebih detail. Teknologi 3D pun terasa lebih pop out atau ‘keluar’ dari layar di beberapa adegan.

Jadi sebagai kesimpulan, secara visual dan teknis tidak usah diragukan lagi, kita akan dimanjakan dan dibuat terkagum-kagum dengan betapa nyata dan indahnya Pandora dan betapa serunya berbagai adegan aksi di dalam film Avatar: Fire and Ash. Lalu bagaimana dengan ceritanya?

Naskah yang ditulis keroyokan oleh James Cameron bersama Rick Jaffa, Amanda Silver, Josh Friedman dan Shane Salerno ini secara umum melanjutkan langsung kisah dari film keduanya. Kematian Neteyam memberi banyak perubahan pada kehidupan keluarga Sully, terutama karakter Neytiri yang makin mendendam pada manusia dan Lo’ak yang menyalahkan dirinya atas kematian saudaranya.

Di sepanjang durasi kami catat terdapat 4 sekuens perang yang berlangsung epik dan memakan durasi panjang, tapi naskah film memberikan banyak ruang bagi para karakternya untuk berkembang, baik secara individu maupun interpersonal karakter. Lo’ak diberi kesempatan untuk membuktikan diri layak diandalkan oleh Jake, Neytiri menjalani proses memaafkan melalui pandangannya akan Spider, Quaritch dan Jake dengan dinamika turun naik tensi hubungannya, Kiri dengan spiritualitas dan keyakinannya pada Eywa, serta bagaimana Varang semakin garang hingga klimaks film.

Kompleks? Tidak sama sekali. Kisah dan konflik dalam Avatar: Fire and Ash dituturkan mengalir dengan mulus. Beberapa hal yang jadi ganjalan adalah perkenalan pada klan-klan baru yang rasanya mendadak muncul saja. Seperti klan Windtrader dan klan Mangkwan yang muncul tiba-tiba, padahal klan Mangkwan terhitung sangat berbahaya. Satu lagi adalah soal mukjizat yang bisa dilakukan Eywa. Mengapa tiba-tiba bisa melakukan ini dan melakukan itu, seakan-akan dibuat dadakan tanpa adanya latar belakang yang kuat.

YAY OR NAY?

A BIG YAY. Penikmat film kasual ataupun sinefil wajib nonton film Avatar: Fire and Ash. Sebuah pengalaman sinematik yang sayang untuk dilewatkan. Kesempatan sekali seumur hidup untuk menonton film ini di bioskop, apalagi di format yang selayaknya untuk ditonton, yakni dalam format IMAX 3D atau 4DX3D. Segera booking tiket dan ajak semua anggota keluarga!

Avatar: Fire and Ash tayang mulai hari Rabu, 17 Desember 2025 di bioskop Indonesia.

Share