PEMUTARAN SHORT FILM PITCHING PROJECT DI EUROPE ON SCREEN 2025

Tiga Film Pendek Baru Indonesia, Pemenang Short Film Pitching Project

Europe on Screen 2024, Tayang Perdana di Jakarta

Menampilkan suara-suara segar dari kota Batu, Cirebon, dan Bekasi di industri perfilman Indonesia

Jakarta, 16 Juni 2025 — Penayangan perdana tiga film pendek pemenang Short Film Pitching Project (SFPP) Europe on Screen (EoS) 2025 berlangsung dengan meriah di GoetheHaus, Jakarta, pada Minggu, 15 Juni 2025. Ketiga film tersebut adalah Tutup Hari Kiamat karya Dzauqy F. Ilham (Juara 1), The Sadness is Not Over Yet karya Tanzilal Azizie (Juara 2), serta Wali (The Guardian) karya Rayhan Syafiq Renaldi dan Septa Yudhistira (Juara 3).

Selain dihadiri oleh sutradara, produser, pemeran, dan kru dari masing-masing film, acara  ini  juga  dihadiri  oleh  Bapak  Denis  Chaibi,  Duta  Besar Uni  Eropa  untuk Indonesia dan Ibu Leila Fernandez-Stembridge, Head of Division for Southeast Asia & ASEAN European External Action Service (EEAS).

Dalam sambutannya di acara tersebut, Ibu Leila Fernandez-Stembridge menegaskan komitmen Uni Eropa dalam mendukung perkembangan sineas muda Indonesia melalui program SFPP.

Tutup Hari Kiamat, The Sadness is Not Over Yet, dan Wali memenangkan Europe on Screen Short Film Pitching Project tahun lalu. Saya sangat gembira bisa berada di sini untuk menonton film-film tersebut. Membuat film menuntut dedikasi, kerja keras, kemampuan merangkai cerita, tetapi juga bersenang-senang. Kami sangat senang Uni Eropa dapat memberikan dukungan finansial yang membantu produser dan sutradara,” ujar Ibu Leila.

Mengangkat Keberagaman Ide Berdasarkan Kondisi Sosial Masyarakat

Program SFPP EoS 2024 menerima lebih dari 197 ide cerita dari berbagai daerah di Indonesia. Sepuluh ide film pendek terbaik terpilih sebagai finalis dan dipresentasikan ke hadapan dewan juri pada festival tahun lalu, di mana para juri memilih tiga ide cerita terbaik untuk mendapatkan pendanaan parsial dan dukungan produksi. Ketiga pemenang SFPP 2024 mendapatkan hadiah total sebesar Rp128,5 juta yang terbagi menjadi dana produksi parsial, fasilitas pasca produksi audio, kelas produksi film, serta bingkisan hadiah dari Kemala Home Living.

“Ketiga ide cerita pemenang membawa kekuatan pengamatan sosial, kedalaman emosional, dan pendekatan sinematik yang segar. Mereka merepresentasikan potensi besar dari generasi muda pembuat film Indonesia, yang tidak melulu datang dari Jakarta,” ujar Meninaputri Wismurti, Ko-Direktur Europe on Screen 2025.

Nauval Yazid, Ko-Direktur EoS 2025, menambahkan: “Hasil akhir ketiga film ini sangat membanggakan. Baik secara visual maupun naratif, film-film tersebut berhasil mengangkat cerita-cerita yang sangat Indonesia tapi relevan dan dapat dinikmati oleh audiens global.”

Cerita di Balik Produksi Tiga Film Pemenang SFPP EoS 2024

  1. 1. Tutup Hari Kiamat

Cerita film ini terinspirasi dari tulisan populer yang sering dijumpai di Warung Madura: “Buka: 24 Jam, Tutup: Hari Kiamat”. Cerita berkembang menjadi refleksi tentang remaja, keyakinan, dan persepsi akhir zaman yang terdistorsi. Film ini mengambil latar komunitas Madura dan menggunakan aktor-aktor Madura, yang jarang terekspos di film Indonesia.

“Kami melakukan riset langsung dengan pemilik warung Madura yang menggunakan tulisan tersebut. Dari sana, muncul sudut pandang jenaka dan filosofi yang kami masukkan dalam skenario. Semua aktor utama berasal dari komunitas film Madura dan itu prinsip yang  tidak bisa dikompromikan,” jelas Dzauqy, sang sutradara.Saat syuting di Jawa Timur, kondisi cuaca ekstrem dengan angin kencang dan matahari terik justru menambah kesan visual yang kuat. Dzauqy menganggapnya sebagai ‘bantuan dari semesta’ untuk menegaskan nuansa kiamat dalam film.

  1. 2. The Sadness is Not Over Yet

Mengangkat cerita tentang Sulastri, seorang ibu tunggal, yang harus melanjutkan hidupnya setelah bercerai. Ia menghadapi tekanan dari masyarakat akan status barunya, dan juga dianggap pembawa aib bagi keluarganya lantaran tak kunjung menikah lagi.

Menurut Tanzilal, isu kehidupan seorang ibu tunggal yang diangkat dalam film ini adalah sesuatu yang umum ditemui di masyarakat, tapi jarang dan bahkan dianggap tidak penting untuk dibahas. “Apa yang dialami oleh Sulastri sebagai ibu tunggal dan segala tantangan yang dihadapi, sangat mungkin dialami oleh mayoritas ibu tunggal yang ada di Indonesia. Namun tidak ada yang pernah berani mengungkapkannya,” ujarnya.

Mengikuti SFPP EoS 2024, bagi Tanzilal, adalah momen memanfaatkan peluang. Ia mengajak para filmmaker pemula untuk terus memanfaatkan peluang yang ada, sekecil apa pun. Kalau pada akhirnya tidak berhasil, tidak masalah, karena sudah mencoba.

  1. 3. Wali (The Guardian)

Film ini lahir dari semangat kolaborasi dan inklusi. Wali mengangkat hubungan antara seorang anak dan sosok orang tua dalam konteks yang jarang dibahas secara eksplisit: transpuan dan kepercayaan spiritual lokal. “Ceritanya berkembang dari kisah personal para kru, termasuk kegelisahan saya sebagai seorang ayah, juga relasi yang rumit antara anak dan orang tua,” kata Rayhan.

Film ini juga terinspirasi dari pengalaman penulis skenario yang dekat dengan figur ‘Pakde’ dalam cerita, serta menggandeng seniman transpuan sebagai aktor sekaligus pengembang naskah. Di balik layar, film ini memberi ruang bagi kru yang memiliki perhatian khusus terhadap isu gender dan inklusivitas, termasuk dalam tim kamera dan penyuntingan.

“Kami ingin Wali menjadi ruang belajar kolektif. Lebih dari sekadar film pendek, ini adalah upaya menciptakan ekosistem kerja yang lebih adil dan representatif,” ungkap Septa.

Setelah penayangan perdananya, ketiga film pemenang SFPP EoS 2024 juga akan ditayangkan dan disusul dengan sesi tanya jawab bersama sutradara dan produser di

  • Kineforum Sjuman Jaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Senin, 16 Juni

2025 pukul 16.30 WIB.

●    SAE Indonesia, Jakarta, pada Kamis, 19 Juni 2025 pukul 16.00 WIB.

Share