Tanpa banyak basa-basi, Matt Shakman (WandaVision Series) memulai kisah Keluarga Pertama Marvel dengan montage ala UP yang memberikan kilas balik garis besar 4 tahun pertama petualangan mereka. Bagaimana mereka mendapatkan kekuatan, apa yang mereka lakukan dengan kekuatan mereka, dan situasi dunia setelah mereka muncul. Dengan efektif, penonton langsung disuguhkan dunia yang sudah mapan dan damai. Dan semua itu terjadi karena perjuangan Reed Richards, Susan Storm, Ben Grimm, dan Johnny Storm sebagai The Fantastic Four.
Tentu montage tersebut tidak akan efektif kalau kita juga tidak diberikan waktu untuk berkenalan dengan Fantastic Four. Keempat anggota Fantastic Four ini mempunyai chemistry yang luar biasa. Terutama Reed dan Sue dengan dialog yang sederhana, air muka Pedro Pascal yang lembut, dan tatapan saling pandang yang penuh arti dari keduanya kita bisa melihat bagaimana pasangan ini berada dalam hubungan yang penuh cinta. Dipadukan dengan Ben dan Johnny sebagai paman dan suporter utama dari pasangan Richards, dari sini kita mendapatkan sebuah keluarga inti yang kuat.
Ikatan kuat mereka sebagai satu keluarga selain diperjelas dengan dialog kelakar dan “gorengan” mereka yang sangat-sangat menyenangkan, lalu juga diperkuat secara apik melalui kerjasama tim mereka yang nyaris tanpa cela. Kita bisa melihat ini dengan latar belakang pertempuran dengan Galactus yang epik dan sangat seru, membuat investasi kita kepada Keluarga Pertama Marvel ini semakin dalam.
Walau untuk Ben dan Johnny, terasa seperti kurang digali tentang perasaan mereka sebagai karakter, terutama Ben yang sepertinya ingin diperlihatkan sebagai seseorang yang kesepian, namun sayangnya tidak banyak digunakan oleh sutradara Matt Shakman. Sehingga rasanya seperti kita hanya melihat Ben dipermukaannya saja, dan belum diberikan waktu untuk mengenalnya lebih jauh. Lalu Johnny yang biasanya digambarkan sebagai pemikat wanita akut, di sini digambarkan lebih seperti seseorang yang mengalah. Ia banyak tidak digubris oleh ketiga anggota lain, dan diolok sebagai yang paling bodoh. Namun ini akan terbayar pada bagian akhir filmnya. Sayangnya, sebagai karakter yang seharusnya bisa membuktikan diri, dan diberikan peranan penting di akhir film, perjalanannya terasa seperti mentah dan tidak diperoleh dengan pantas. Mungkin karena perkembangannya hanya disajikan melalui montage sederhana dan kurang menarik secara visual. Namun paling tidak sebagai satu unit keluarga, Ben dan Johnny bisa memenuhi posisi sebagai paman yang baik.
Memperlihatkan dunia dari tim Fantastic Four yang sudah mapan ini penting bagi film Fantastic Four: First Steps karena dengan begitu, Matt Shakman bisa langsung masuk kedalam tema utama film ini, yaitu keluarga. Berkat konteks akan dunia dan karakter yang diberikan di awal film, semua drama, komedi, dan tantangan yang dihadapi keluarga baru ini bisa melekat, dekat, dan hangat. Jadi, ketika Galactus datang dan meminta permintaan yang sangat mahal harganya, penonton mengerti bagaimana tanggung jawab mereka yang meliputi satu planet ini harus dihadapkan dengan posisi mereka sebagai satu keluarga. Sebuah posisi yang berat antara memilih menyerahkan anak pertama mereka supaya dunia selamat atau tidak menyerahkan anak pertama mereka dan melihat dunia hancur bersamanya.
Ada sebuah adegan penting di tengah film yang secara harfiah memperlihatkan Fantastic Four turun dari “menara gading” mereka untuk berbicara kepada warga yang bertanya mengapa mereka tidak mau berkorban untuk penduduk planet bumi. Di titik ini, sayangnya, penggambaran sebuah masyarakat yang utopis, nyaris tanpa konflik dan kemiskinan, membuat drama dan beban yang di atas kertas sangat berat yang diemban Fantastic Four terasa ringan dan mudah dipecahkan. Secara mikro, beban berat Sue dan Reed, yang harus memutuskan menyerahkan anaknya atau tidak, jadi ikut terasa seperti konflik ringan karena permasalahan makro dunia ini sudah tereliminasi dari awal. Namun penggambaran para manusia super yang secara aktual memerintah dunia turun dari “menara gading” dan mendengarkan warga dan meyakinkan warga untuk percaya kepada mereka sementara kita yang menyaksikan merasa percaya dengan mereka, adalah sebuah keajaiban dan satu hal yang cukup mengharukan di tengah-tengah keadaan negara dan dunia kita yang cukup mengkhawatirkan.
Catatan lain dari final battle yang dilakukan di kota New York yang sudah kosong juga gagal memberikan dimensi konflik yang kuat dan bersamanya, drama pertarungan terasakurang menarik jika dibandingkan dengan film Thunderbolts yang bisa berhasil walaupun final battle yang dialami Yelena dan teman-teman terasa lebih kecil secara skala, namun drama yang disuguhkan dalam pertarungan tersebut sangat menarik dan personal. Sementara Fantastic Four dengan skala konflik yang sangat besar (sebesar Galactus), terasa mengempis. Terutama karena Matt Shakman mempunyai sekuens di akhir yang sepertinya masih bisa ditarik dan diperas dramanya. Untungnya, akting yang mumpuni dari keempat Fantastic Four, mampu memberikan bobot yang cukup untuk membuat dada penonton sesak.
Melalui chemistry antara pemain yang kuat, visual retro-futuristik yang indah dilihat dan dikagumi, dan drama keluarga yang cukup kuat, petualangan pertama Fantastic Four sebagai bagian dari Marvel Cinematic Universe Phase Enam berhasil membuat semesta sinema ini maju empat langkah.
Fantastic Four: First StepsĀ tayang di bioskop Indonesia pada hari Rabu, 23 Juli 2025. Dan ada 2 (dua) credit scene pada bagian tengah dan akhir ya.
