Rumah produksi anyar Falcon Black langsung tancap gas di awal tahun 2023 ini dengan merilis dua film horor dalam rentang waktu satu bulan dan disutradarai oleh Rako Prijanto. Setelah bulan lalu merilis Bayi Ajaib, kamis 16 Februari ini Para Betina Pengikut Iblis yang akan dirilis di bioskop.
Dibintangi Mawar de Jongh, Sara Fajira, Hanggini dan Adipati Dolken, Para Betina Pengikut Iblis menyajikan horor slasher kental dengan gore, bahkan kesadisan dan kebrutalannya membuat LSF meluluskan sensor film ini dengan klasifikasi 21+!
Sinopsis
Kehidupan Sumi (Mawar de Jongh) penuh tekanan saat harus mengurus ayahnya yang sakit sampai harus diamputasi sebelah kakinya. Kemunculan sesosok iblis (Adipati Dolken) membisikkan berbagai godaan kepada Sumi yang memiliki keinginan menyusul ibunya yang kabur ke kota. Sumi pun menuruti godaan sang iblis dan kembali membuka kedai gulai ayahnya, hanya kali ini bukan dengan daging kambing.
Sementara Sari (Hanggini) marah tidak karuan saat adiknya diperkosa sampai mati, murka Sari makin menjadi manakala mayat sang adik dicuri entah oleh siapa. Kemarahan yang memuncak membuat Iblis juga hadir menggoda Sari dan sukses membuat Sari kembali ke masa lalunya yang kelam demi membalas dendam. Kedua gadis Sumi dan Sari pun terhubung oleh sosok seorang pelacur biadab bernama Asih Cempaka (Sara Fajira), salah seorang pemuja iblis dengan sejuta rahasia.
Ulasan
Berbagai promosi yang dilancarkan film ini sebagai sebuah film slasher yang sadis, brutal dan gore dengan rating 21+ adalah nyata adanya. Sejak menit pertama film sudah menampilkan sebuah adegan mutilasi kaki yang menjadi pemanasan buat penonton sebelum melihat adegan-adegan mutilasi penuh darah lainnya.
Sutradara Rako Prijanto yang juga menulis naskahnya bersama Anggoro Saronto tidak hanya menampilkan horor slasher sadis semata. Naskah film terlihat berusaha menceritakan bentuk analogi visual dari tiga elemen yang ada di surat An-Nas, Al-Imran dan Al-Humazah di dalam Al-Quran. Sosok Sumi menggambarkan hasutan setan pada manusia, Sari merepresentasikan soal kesabaran, sifat memaafkan atau mengampuni dan Asih mewakili sifat manusia yang suka mencela, mencaci, tamak menimbun dan suka menghitung-hitung harta.
Apakah naskahnya berhasil menerjemahkan niat tersebut? Secara umum memang film ini punya konsep cerita yang baik dan cenderung berhasil menyampaikan analoginya, namun eksekusi beberapa bagian dari plotnya tidaklah mulus, bahkan terasa ada adegan yang hilang di perjalanan kisah Sari. Momen saat makan malam di rumah Dr. Freedman adalah bagian yang janggal, saat Sari mengungkapkan perihal kematian adiknya.
Film ini juga terasa kurang seimbang dalam membagi adegan pada ketiga karakternya. Sumi mendapat porsi paling banyak, Sari mengikuti setelahnya, sementara Asih sama sekali minim diceritakan dan ditampilkan. Dugaan kami ini diakibatkan oleh karakter Asih yang menjadi bagian penting yang sebaiknya diceritakan di klimaks film.
Secara teknis, Rako Prijanto seakan mengulangi gaya yang sama dengan film Bayi Ajaib. Dengan memakai latar pedesaan di era pasca kemerdekaan film ini banyak menggunakan cahaya natural dari lampu tempel dan sinar bulan. Pencahayaan dan sinematografi di film ini layak diberikan acungan jempol dalam membangun atmosfer horor. Sisi properti mungkin agak sedikit janggal dengan penggunaan alat pendingin di rumah pedesaan, tapi mendengar penjelasan Rako bahwa latar film adalah saat awal-awal listrik masuk desa dan karakter ayah Sumi sebagai seorang penjual gulai yang sukses menjawab kejanggalan tersebut.
Efek spesial praktis menjadi keunggulan lain di film ini, berbagai properti anggota tubuh yang termutilasi, ‘jeroan manusia’ yang terlihat believable serta cipratan darah yang natural membuat adegan-adegan slasher yang brutal jadi terasa nyata. Penulis beberapa kali mengumpat menyaksikan berbagai adegan sadis di film ini. Sebuah adegan yang menampilkan 3 kali bacokan ke leher manusia menjadi momen terngeri seumur penulis menonton film slasher.
Akting juga menjadi bagian yang menarik. Mawar de Jongh (Teman Tapi Menikah 2, Bumi Manusia) di penampilan keduanya dalam film bergenre horor tampil meyakinkan dengan sosok Sumi dengan gestur khas seorang anak penurut pada ayahnya dan berkembang jadi sosok bengis sepanjang film. Adipati Dolken (Teman Tapi Menikah, Perburuan) juga layak diberikan kredit lebih dengan karakter Iblis yang unik, tanpa gender, tanpa takaran usia.
Dua karakter Betina lain, Hanggini (Geez & Ann, Pesan di Balik Awan) tampil meyakinkan dengan perannya sebagai seorang kakak yang kehilangan adiknya, namun saat berkembang terhasut setan kurang bisa menampilkan sosok dukun teluh yang keji. Tampilan highlight merah dirambutnya juga sedikit aneh. Sementara Sara Fajira (serial Hitam, Bayi Ajaib) terlalu minim durasi tampilnya, plus mayoritas wajah memakai prostetik & ditutup kain untuk menilai kualitas aktingnya.
Final Verdict
Para Betina Pengikut Iblis adalah sajian pemuas bagi penggemar horor slasher dengan elemen gore yang sadis dan brutal. Kesadisan Saw atau Hostel tidak ada apa-apanya dengan film ini. Dengan konsep naskah unik dalam menganalogikan elemen relijinya ke dalam film dan kualitas akting Mawar de Jongh dan Adipati Dolken yang menawan, Para Betina Pengikut Iblis akan memberi pengalaman menonton film Indonesia yang berkesan.
Para Betina Pengikut Iblis tayang mulai 16 Februari di bioskop.
*Saran: Siapkan kantung muntah buat yang tidak kuat adegan sadis & gore.

