Kebayang gak sih hidup di era 80-an? Enggak ada gawai canggih, dengerin musik masih pake kaset atau piringan hitam, nonton TVRI, boncengan sepeda, baju cerah warna-warni, janjian gak banyak tanya tapi langsung ketemu dan tentunya nulis surat cinta.
Terus polusi juga masih minim juga kali ya. Semua keindahan emas zaman dulu itu tergambar dengan apik di adaptasi terbaru Gita Cinta dari SMA. Film yang berangkat dari novel berjudul sama karya Eddy D. Iskandar ini di tahun 1979 pernah diarahkan oleh Arizal dengan pemain Rano Karno dan Yessy Gusman. Lalu digubah dengan bebas oleh Lucky Kuswandi dengan judul Galih & Ratna (2017). Memang dasar salah satu pelopor cerita cinta remaja, Gita Cinta dari SMA pun kembali diproduksi dengan sutradara Monty Tiwa, ditulis oleh Alim Sudio, dengan pemain Prilly Latuconsina sebagai Ratna dan Yesaya Abraham sebagai Galih. Film ini pun melarung kita ke dekade delapan puluhan dengan segala nostalgianya.
Tidak lengkap pastinya jika tidak menyertakan lagu-lagu lama yang populer di era tersebut (atau lagu yang sebetulnya dirilis di dekade sebelumnya tapi masih relevan). Betul saja, baru dimulai Gita Cinta dari SMA sudah mengajak kita mendengar kembali Apatis, sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Benny Soebardja. Pas banget liriknya “roda-roda terus berputar tanda masih ada hidup” ditempel ketika Galih sedang mengayuh sepedanya ke sekolah. Lalu ada Kidung, masih satu album dengan Apatis dalam sebuah kompilasi “Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors”. Juga ada beberapa lagu Chrisye, salah satunya lagu sendu berjudul Merpati Putih. Kesemua lagu tersebut seolah menegaskan, ini lho masterpiece yang tak lekang oleh zaman. Lagu-lagu yang sampai kapanpun masih saja enak didengar, bahkan membantu memperkuat film arahan Monty Tiwa ini.
Tapi bukan cuma lagu-lagu tersebut yang membuat Gita Cinta dari SMA seperti cerita yang terlahir kembali dan nampak segar. Dua pemain utamanya juga punya andil. Hubungan Prilly Latuconsina dengan Yesaya Abraham sejak mereka saling kenal, pendekatan, bertukar surat cinta, hingga mendapat tentangan terlihat meyakinkan. Para pemain pendukung pun ikut memperkuat, terutama akting Putri Ayudya sebagai Mbak Ayu. Sejak awal penulis terpesona dengan penampilannya sebagai perempuan yang selalu riang dan berusaha mandiri dalam meraih keinginannya. Walaupun perjalanan yang ia tempuh juga tidak mudah. Tapi ia menyikapi semuanya dengan…ya udahlah ya…
Penggunaan kata dan kalimat baku yang patuh dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) serta menjunjung sopan santun pun tergolong sesuai dengan kebutuhan cerita. Apalagi sang tokoh utama juga mencintai puisi dan surat tulisan tangan menjadi jalan cinta. Jadi dialog-dialog dengan struktur lengkap subyek – prediket – obyek pun tidak lantas membuat adegan jadi garing. Tapi sayang sekali, adegan-adegan yang mengarah pada musikal terbilang tanggung. Seru kali ya jika suatu hari ada adaptasi Gita Cinta dari SMA (entah film atau teater) yang bentuknya musikal penuh dengan lagu-lagu nostalgia tahun tujuh puluh sampai delapan puluhan.
Untuk saat ini, kita nikmati dulu segala nostalgia, bahasa-bahasa dan surat cinta yang dititip dengan berbagai cara. Cerita cinta yang sangat dinanti manis bahkan pahitnya.
Gita Cinta dari SMA tayang di bioskop mulai 9 Februari 2023.

Tinggal di Planet Bekasi!