PUISI CINTA YANG MEMBUNUH (2022) – EKSPERIMEN GARIN NUGROHO DENGAN ART-HORROR DAN GIALLO

Selama kurang lebih 5 dekade karirnya di dalam film, Garin Nugroho adalah sosok yang rasanya selalu bersemangat untuk bereksperimen di dalam karya-karyanya. Beliau pernah membuat film dengan pendekatan teatrikal, musikal dengan budaya Jawa tulen, film panjang dengan sekali take, eksibisi film dengan pertunjukan musik secara live, hingga meng-update tema-tema yang diangkat.

Karya-karya beliau pula sangat dekat dengan puisi. Terlebih beliau juga pernah merilis sebuah buku antologi puisi dengan judul Adam, Hawa dan Durian (Kepustakaan Populer Gramedia, 2021) yang merangkum puisi-puisi sejak 1990 an. Unsur puitis tersebut tidak hanya kita dapati dalam film terbarunya, Puisi Cinta yang Membunuh (yang diadaptasi dari buku antologi puisi di atas), tapi juga sejak film panjang pertamanya, Cinta dalam Sepotong Roti (1991) yang berisi dialog-dialog bersyair, atau yang nyata-nyata teatrikal pembacaan puisi dalam Puisi yang Tak Terkuburkan (2000), hingga gerak dan tarian-tarian penuh metafora dalam Opera Jawa (2006) dan Setan Jawa (2016). Selain unsur-unsur tersebut, secara judul pun hampir semua film-film beliau terasa puitis. Semangat bereksperimen yang masih membara dan kecintaan beliau pada puisi melahirkan Puisi Cinta yang Membunuh yang sekaligus menjadi film horor panjang pertama seorang Garin Nugroho.

Bukan Garin namanya jika tidak memasukkan unsur art dalam filmnya, hingga boleh jadi kita menyebut Puisi Cinta yang Membunuh adalah sebuah art-horror dengan penuturan yang tidak biasa terkait penggunaan unsur puitis. Menyaksikan para tokohnya berdialog (Mawar de Jongh, Baskara Mahendra, Morgan Oey, dan lain-lain) seperti mereka membacakan tiap puisi berbeda di tiap scene-nya, namun masih dalam satu kesatuan, layaknya antologi puisi. Keindahan seni pun dapat dilihat dalam penataan ruang dan warna-warni kostum yang dikenakan para karakter.

Selain itu, patut rasanya menyebut Puisi Cinta yang Membunuh merupakan salah jenis film giallo, yakni sebuah genre yang berasal dari Italia dengan unsur misteri, thriller, supranatural hingga slasher dengan tokoh utama seorang perempuan. Semua itu ada di dalam film ini. Terlebih Puisi Cinta yang Membunuh sangat kental dengan warna-warni yang mencolok, sehingga makin menambah unsur giallo tersebut.

Dengan segala eksperimen dan unsur artistik tersebut, tidak heran jika nantinya film ini sulit untuk diikuti oleh penonton. Sebetulnya ada penjelasan yang diwakili oleh Raihaanun dan Ayu Laksmi yang tersebar diantara adegan-adegan sadis dan menegangkan. Tapi penjelasan-penjelasan tersebut seperti tidak menyatu dengan unsur artistik yang telah susah payah dibangun. Hasilnya seolah ada dua arah yang berbeda di dalam penuturan film ini.

Namun di balik itu, Puisi Cinta yang Membunuh adalah film yang patut sekali untuk disambut. Apalagi jarang sekali film Indonesia yang melibatkan unsur giallo. Ditambah dua original soundtrack pada film ini yang enak sekali untuk didengar.

Puisi Cinta Yang Membunuh, tayang di bioskop mulai tanggal 5 Januari 2023.

Share