Sekilas, cerita dan visual film First Snow of Summer arahan penulis dan sutradara Chris Raiber nampak seperti dongeng atau film fantasi. Apalagi kita dipertemukan dengan tokoh Alexander (Thomas Prenn) yang sedari kecil memiliki karakter yang quirky. Namun film ini memiliki latar tempat dan waktu nyata yang menariknya membuat saya pribadi tetap menikmati film ini sebagai dongeng fantasi tanpa terganggu dengan situasi urban yang riil. Lebih menarik lagi, setting film ini membawa kita mengeksplorasi lingkungan perkotaan di bawah tanah.
Bekerja di bagian Lost & Found di kereta bawah tanah seolah sudah direncanakan oleh Alexander dengan sangat rapi. Sejak ibunya meninggal, ayahnya yang sangat kehilangan memutuskan untuk tinggal di area tersebut demi lebih dekat dengan mendiang istrinya. Ini mempengaruhi persepsi Alexander tentang cinta. Melihat ayahnya yang tak kunjung lepas dari kondisi gloomy, ia pun memutuskan tidak ingin jatuh cinta. Seperti meninggalkan bumi di atas dan lebih dekat dengan ayahnya, Alexander memutuskan untuk menghabiskan harinya dengan bekerja di subway tersebut.
Memang dasar cinta kalau memang datang, ke lubang semut pun akan terus menerjang. Alexander melihat Caro (Verena Altenberger) lewat lensa kamera yang ada di kantornya. Semakin di-zoom, semakin ia melihat detil fisik dan gerak-gerik Caro, semakin ia terpesona. Tapi ia menolak dengan sangat perasaan tersebut. Hingga terjangan cinta itu semakin keras. Alexander pun dibuat tidak tidur dengan pulas. Akan tetapi, cinta memang perjalanan dengan perjuangan tanpa akhir. Dan Alexander rela berkorban, bahkan bisa mengubah musim.
Dengan narasi suara si maha tahu, batas fantasi dan nyata film ini semakin tipis. Kita dihadapkan dengan penceritaan yang mengingatkan kita pada Amélie (2001) karya Jean-Pierre Jeunet’s. Melalui langkah Alexander dari dan menuju tempat kerjanya, ataupun ketika suasana sepi dan menyisakan ia dan satpam penakut, kita dibawa menyusuri suasana urban lain yang tidak tersentuh matahari. Latar tersebut masihlah berada di sebuah kota mentereng di atasnya dengan langkah-langkah yang mengejar kemajuan dan hal-hal modern lainnya. Namun kita seolah berada di dunia lain: dunia Alexander. Interaksinya dengan para pelanggan subway yang tidak kalah unik membuat kesan fantasi ini semakin kental. Sementara nuansa sureal juga bisa dilihat dari gambar-gambar Alexander yang kadang dibuat bergerak.
Rasanya mudah dibuat terpesona dengan perjuangan cinta Alexander. Sebuah perjuangan yang tidak cuma membuatnya kembali menyapa matahari, tapi sekaligus menggesernya dan mengubah musim dalam sehari.
Film asal Austria ini dirilis pada bulan Maret 2023 dan menjadi film pembuka Europe on Screen 2023 Jum’at, 16 Juni lalu.
Tinggal di Planet Bekasi!